Memahami Persamaan Dasar Akuntansi untuk Bisnis Kecil
Keuangan | 1 November 2024
Insight Bisnis / Keuangan / Pajak Penghasilan Pasal 23: Definisi, Tarif Persentase, Pelaporan, dan Metode Pembayaran!
5 Oktober 2023 | marketing
PPh 23 adalah jenis pajak yang dikenakan pada berbagai sumber penghasilan, termasuk penyerahan jasa, pendapatan dari modal, penghargaan, hadiah, dan penghasilan lainnya yang tidak telah dipotong oleh PPh 21.
Umumnya, pajak ini berlaku untuk penghasilan yang berasal dari transaksi antara penjual dan pembeli atau pemberi penghasilan.
Dalam konteks ini, pihak yang membayar penghasilan tersebut memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak dan melaporkan PPh 23 kepada otoritas pajak yang berwenang.
Rincian lengkap tentang prosedur pembayaran, pelaporan, dan bukti potong PPh 23 dapat Anda temukan dalam informasi berikut.
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan dari modal, penyerahan jasa, hadiah, dan penghargaan yang telah dipotong pajak PPh Pasal 21.
Pajak ini biasanya diterapkan dalam transaksi antara dua pihak, di mana penjual, penerima penghasilan, atau pihak yang memberi jasa akan menjadi subjek PPh Pasal 23.
Sebaliknya, pihak yang memberi penghasilan, pembeli, atau penerima jasa memiliki kewajiban untuk memotong pajak ini dan melaporkannya ke kantor pajak.
Pembayaran, Bukti Potong, dan Pelaporan PPh Pasal 23 diatur sesuai dengan Undang-Undang Pajak.
Berikut adalah informasi lebih lanjut mengenai prosedur-prosedur tersebut:
Pajak Penghasilan Pasal 23 harus dibayar oleh pihak pemotong, yang kemudian menyetorkan nominal pajak tersebut melalui bank, entah melalui ATM, layanan teller, atau aplikasi pembayaran pajak resmi yang disahkan oleh Kementerian Keuangan.
Penting diingat bahwa pembayaran PPh 23 harus dilakukan paling lambat pada tanggal 10, satu bulan setelah bulan di mana pajak tersebut jatuh tempo.
Sebelumnya, Anda juga harus membuat ID Billing sebagai persyaratan pembayaran.
Penting bagi Anda untuk memahami bukti potong PPh Pasal 23 sebelum mengetahui tarif pajak yang harus diberikan.
Bukti Potong memiliki peran krusial karena berfungsi sebagai bukti bahwa pajak telah dipotong.
Oleh karena itu, pihak pemotong memiliki kewajiban untuk memberikan bukti potong (salinan pertama) yang lengkap kepada pihak yang dikenai pajak PPh 23.
Selain itu, salinan kedua dari bukti potong juga harus disimpan dan digunakan saat melaporkan pajak PPh 23 melalui e-filing.
Anda dapat membuat bukti potong ini melalui DJP online atau menggunakan aplikasi e-bupot pajak dari Mekari Klikpajak.
Pelaporan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan mengisi SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23.
Setelah mengisi formulir ini, pemotong dapat melaporkan pajak menggunakan aplikasi resmi pajak online.
Batas waktu pelaporan adalah tanggal 20, satu bulan setelah bulan di mana pajak PPh 23 tersebut jatuh tempo.
Penting untuk tidak melewatkan batas waktu pembayaran dan pelaporan untuk menghindari sanksi dan denda yang mungkin diberlakukan.
Baca Juga: Apa itu Tax Planning? Simak Pembahasan Lengkapnya!
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23 diterapkan berdasarkan nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau bruto penghasilan.
Terdapat dua jenis tarif PPh Pasal 23 terbaru yang tergantung pada objek PPh 23. Berikut adalah persentase tarif untuk kedua jenis tersebut:
Jenis pertama memiliki tarif PPh 15%, yang mencakup bruto atas dividen (kecuali jika dividen diberikan kepada orang pribadi, akan dikenakan bunga, final, dan royalti).
Tarif 15% juga berlaku untuk bruto atas hadiah dan penghargaan, kecuali yang sudah dipotong oleh PPh 21.
Objek penghasilan yang dikenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% meliputi sewa dan penghasilan terkait penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan/atau bangunan).
Tarif 2% juga berlaku untuk penghasilan dari imbalan jasa manajemen, jasa teknik, jasa konsultan, jasa konstruksi, serta jenis imbalan jasa lainnya yang diatur dalam Peraturan MenKeu No. 141/PMK.03/2015.
Bagi wajib pajak yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pajak akan dipotong sebesar 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23 yang berlaku.
Berbagai jenis objek PPh Pasal 23 telah diatur sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2015.
Objek-objek tersebut melibatkan berbagai bidang, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
Perlu dicatat bahwa tidak semua pihak memiliki wewenang untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 23. Jadi, siapa saja pihak yang dapat bertindak sebagai pemotong pajak dan siapa yang wajib membayar PPh Pasal 23?
Pihak yang berwenang untuk memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 meliputi:
Sebaliknya, Pajak Penghasilan Pasal 23 harus dibayarkan oleh:
Perlu diingat beberapa pengecualian dalam pemotongan PPh Pasal 23, antara lain:
Mulai bulan September 2020, ada aturan baru yang mengharuskan semua Wajib Pajak membuat bukti pemotongan PPh 23 dan melaporkan SPT PPh 23 dan PPh 26 secara daring melalui aplikasi resmi, yaitu e-bupot, sesuai dengan KEP-368/PJ/2020.
Baca Juga: Pajak Natura: Pengertian, Dasar Hukum dan Manfaatnya!
Pahami berbagai jenis penghasilan yang terkena Pajak Penghasilan Pasal 23 seperti yang diuraikan di bawah ini.
Dividen adalah pendapatan berupa pembagian laba perusahaan kepada pemegang saham, sesuai dengan proporsi saham yang dimiliki oleh masing-masing.
Penghasilan berupa bunga termasuk dalam kategori penghasilan yang dikenai PPh Pasal 23.
Ini mencakup diskonto, premi, dan imbalan yang berkaitan dengan jaminan utang.
Royalti adalah bentuk penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23.
Ini merujuk pada pembayaran yang dilakukan oleh individu atas barang produksi kepada pemegang hak paten atas barang tersebut.
Pendapatan sejenis dengan hadiah, penghargaan, dan bonus juga masuk dalam ketentuan PPh Pasal 23.
Semua penghasilan tersebut merujuk pada pendapatan yang diperoleh oleh Wajib Pajak (WP) dalam negeri berbentuk individu dari penyelenggaraan kegiatan.
Penghasilan berupa pembayaran sewa dan imbalan juga termasuk dalam jenis penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 23.
Orang atau perusahaan yang dapat memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 harus memenuhi syarat berikut:
Mereka harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang terkait dengan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas.
Jika penerima jasa atau perusahaan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23, tidak ada keharusan bagi penerima jasa tersebut untuk membuat bukti potong sendiri.
Biasanya, pemotongan PPh Pasal 23 dilakukan oleh pemberi kerja, sehingga pekerja menerima uang atau gaji bersih setelah PPh 23 dipotong.
Demikianlah penjelasan lengkap mengenai PPh Pasal 23, termasuk informasi mengenai tarif PPh 23 yang dikenakan, serta siapa yang berhak memotong pajak ini.
Baca Juga: Cara Menghitung PPN 11 Persen untuk Bisnis, Pemahaman Dasar dan Penetapan Tarif!
Salah satu metode yang mudah dan praktis dalam mencatat penjualan adalah dengan menggunakan Aplikasi POS seperti Kasir Pintar
Kasir Pintar bisa mencatat setiap penjualan dari usahamu dan melakukan beberapa kegiatan seperti :
- Atur stok barang
- Mencatat berbagai macam metode transaksi penjualan
- Laporan usaha lengkap
- Manajemen Pelanggan (CRM)
- Manajemen Karyawan & Cabang Usaha dan masih banyak lagi
Kamu bisa Coba Gratis selama 30 Hari tanpa syarat, atau jika ingin mendapatkan fitur lengkap gunakanlah Kasir Pintar Pro.
Artikel Terkait
Artikel Populer
Mulai Bisnis
Bersama Kasir Pintar
Jalankan bisnis secara otomatis dengan
Aplikasi Kasir Pintar dan Coba Gratis selama
30 Hari tanpa syarat